Jumat, 08 Januari 2016

RINDU

Sebelum terlelap, saya ingin berbagi sebuah puisi karya dosen sastra saya. Beliau salah satu dosen yang aktif dalam komunitas cipta sastra indonesia di Universitas Galuh Ciamis. Nah, puisinya ini terhimpun dalam antologi puisi bersama “Sajak Semesta Memahat Langit”


RINDU

Teti Gumiati


Daun-daun pohon pinus itu telah lama gugur

Diterbangkan angin senja

Mengejar matahari yang hampir tenggelam


Ranting-ranting asa itu telah patah

Meranggas tergilas bius dusta

Ada segores luka meratap

Dan merindu pada tungku cintamu

Yang tak lagi menyala dalam jiwaku




thanks

CONTOH ARTIKEL

Tak Sekedar Menjalankan Tugas

Berprofesi sebagai satpam memang bukan hal yang mudah. Salah satunya menjadi satpam kampus di sebuah universitas, seperti Darsono (30) bertempat tinggal di Mekar Jaya yang ditemui pada kamis, (12/12) saat sedang bertugas di kampus UNIGAL (Universitas Galuh), Ciamis.

Darsono berprofesi sebagai satpam kurang lebih sudah lima tahun. Waktu bekerja yang berlaku baginya yakni setiap hari. Namun bagi satpam yang lainnya tidak, mereka dikenakan sisitem rolling. Sesuai dengan keterangan yang diberikan Darsono bahwa sistem rolling itu, mereka bekerja selama 24 jam, dari jam tujuh pagi sampai jam tujuh pagi lagi.

Profesi yang dilakoni Darsono ini selalu ia nikmati. Sebagai petugas keamanan kampus, ia tidak hanya menjalankan tugasnya di lingkungan kampus. “Walaupun bekerja pada kampus UNIGAL, bukan berarti hanya menjaga wilayah kampus dan untuk mahasiswa saja, melainkan warga yang ada disekitar juga dibantu. Soalnya posisi kita kan keamanan, jadi untuk mengamankan bersama, membantu, dan mengayomi masyarakat.” ujarnya.

Darsono bekerja setiap hari. Mulai dari menjaga, mengamankan, dan memantau keamanan kampus serta lingkungan sekitar kampus UNIGAL ini melalui kerjasama patroli yang dilaksanakan dengan rekan-rekan yang lainnya. Kecantikan Media Masa

Upah yang diterima Darsono dari lembaga saat ini sudah sesuai dengan UMR. Dengan upah tersebut, ia tetap dapat menghidupi keluarganya yang terdiri dari seorang istri dan tiga orang anak laki-laki. Ia juga memandang bahwa setiap tugas yang dilaksanakannya merupakan ibadah.

CONTOH WAWANCARA




Penanya          : “Assalamualaikum..”
Narasumber    : “Waalaikumsalam..”
Penanya          : “Maaf mengganggu sebentar, Pak.”
Narasumber    : “Iya, ada apa ?”
Penanya          : “Saya dari jurusan Bahasa Indonesia. Jika Bapak tidak keberatan, boleh saya mengajukan beberapa pertanyaan untuk wawancara ?”
Narasumber    : Oh, ya, boleh.
Penanya          : Maaf sebelumnya, nama Bapak siapa ?
Narasumer      : “Panggil saja Darsono.”
Penanya          : “Kalau boleh tahu, berapa usia Bapak sekarang ?”
Narasumber    : “Oh..ya, usia saya 30 tahun.”
Penanya          : “Dimanakah alamat Bapak tinggal ?”
Narasumber    : “Saya tinggal di Mekar Jaya, Baregbeg, Ciamis.”
Penanya          : “Sudah berapa lamakah Bapak menjalani profesi satpam di kampus UNIGAL ?”
Narasumber    : “Saya bekerja disini kurang lebih sudah lima tahun.”
Penanya          : “Lalu bagaimana perasaan Bapak sendiri bekerja disini ?”
Narasumber    : “Ya, dinikmati saja. Soalnya kerja itu kan sama-sama sambil ibadah lah, jangan dilihat kita posisi kerjanya, kita juga sedikit-sedikit sambil ibadah. Ibadah kan gak terus ke masjid, karena ibadah itu banyak macamnya, termasuk membantu orang menyeberang lalu lintas. Walaupun bekerja pada kampus unigal, bukan berarti hanya menjaga wilayah kampus dan untuk mahasiswa saja, melainkan warga yang ada disekitar juga dibantu. Soalnya posisi kita kan di keamanan, jadi untuk mengamankan bersama, membantu, dan mengayomi masyarakat.”
Penanya          : “Bagaimana dengan waktu kerjanya ? Apakah Bapak bekerja setiap hari ?”
Narasumber    : “Ya, saya bekerja setiap hari. Tapi kalau yang lain sistemnya rolling.”
Penanya          : “Maksud dari sistem rolling itu bagaimana Pak ?”
Narasumber    : “Jadi sistem rolling itu, mereka bekerja secara 24 jam dari jam tujuh pagi sampai jam tujuh pagi lagi.”
Penanya          : “Bagaimana cara Bapak bekerja ? Selain mengamankan kampus juga mengayomi masyarakat ?”
Narasumber    : “Cara kerjanya sederhana saja, disini kan ada beberapa rekan yang sedang bekerja juga. Jadi kami melakukan pengawasan, pengamanan, dan lain sebaginya menggunakan alat komunikasi. Kami bekerjasama dalam berpatroli.” 
Penanya          : “Maaf, Pak, jika saya boleh tahu, berapa upah yang Bapak terima ?”
Narasumber    : “Ya kalau mengenai upah disesuaikan dengan UMR saja. Kalau yang sudah dapat TBP dengan yang lain-lainnya  pendapatan per bulan bisa diatas 1jt.”
Penanya          : “Apakah Bapak sudah berkeluarga ?”
Narasumber    : “Ya, saya sudah berkeluarga, mempunyai satu istri dan alhamdulillah di karuniani tiga orang anak laki-laki.”
Penanya          : “Alhamdulillah, kalau begitu saya ucapkan terima kasih Bapak telah berkenan meluangkan waktunya. ”   
   

LUKISAN BIRU


LUKISAN BIRU 



Jejak langkah pasti dalam sore
Terus menelusuri waktu
Nada-nada alam bersahutan
Bernyanyi sendu dan bermakna

Hembusan angin yang rindu
Semangat jiwa terus bergelora
Wajah-wajah peuh harap berlarian
Mengejar sore yang penuh warna

Mari bernyanyi dan menari
Pada sore yang indah
Pada alam yang megah


SERIBU WAJAHMU


SERIBU WAJAHMU


Seribu wajah aku rindu
Seribu wajah yang mengubah jalanku

Dia marah ketika ku salah
Dia ramah ketika ku gundah
Dia bahagia ketika ku bahagia

Ketika sakit tak terlihat
Ketika tersiksa tak dirasa
Tujuannya cuma satu
Tuk menjaga harapanku

PRINSIP DASAR ETIKA JURNALISTIK


BAB I
PENDAHULUAN

1.1.    Latar Belakang Masalah
Pada prinsipnya jurnalistik merupakan cara kerja media massa dalam mengelola dan menyajikan informasi kepada khalayak ramai, yang tujuannya adalah untuk menciptakan komunikasi yang efektif, dalam arti menyebarluaskan informasi yang diperlukan.
Namun pada era global ini, persaingan yang ketat membuat beberapa pemilik media mengahalalkan segala cara. Banyak media massa terutama koran yang menerbitkan karya jurnalistik yang tidak sesuai dengan aturan yang telah disepakati dalam kode etik jurnalistik.
Padahal jika dikaji lebih luas, hal ini bisa dijadikan peluang untuk berkarya lebih unggul dari yang lainnya. Karena, profesi sebagai jurnalis tidak harus mencelakakan orang lain. Tentunya dalam hal ini dilihat dari segi pemberitaan.
Oleh sebab itu, pernyataan di atas menjadi sorotan yang menarik. Maka permasalahan ini yang melatar belakangi penulisan makalah.

1.2.    Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas dapat dirumuskan beberapa permasalah di bawah ini, sebagai berikut:
a.    Apa yang dimaksud dengan etika, moral, akhlak, dan hukum?
b.    Apa yang dimaksud dengan profesi, etika profesi, kode etik profesi?
c.    Apa yang dimaksud dengan etika jurnalistik dan bahasa jurnalistik?
1.3.    Tujuan dan Manfaat
Penulisan makalah ini memiliki tujuan dan manfaat sebagai berikut:
1.3.1.    Tujuan Penelitian
Berikut ini tujuan penulisan makalah:
a.    Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan etika, moral, akhlak, dan hukum.
b.    Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan profesi, etika profesi, kode etik profesi.
c.    Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan etika jurnalistik dan bahasa jurnalistik.

1.3.2.    Manfaat Penelitian
Di bawah ini merupakan manfaat penelitian, diantaranya:
a.    Dapat mengetahui apa yang dimaksud dengan etika, moral, akhlak, dan hukum.
b.    Dapat mengetahui apa yang dimaksud dengan profesi, etika profesi, dan kode etik profesi.
a.    Dapat mengetahui apa yang dimaksud dengan etika jurnalistik dan bahasa jurnalistik.



BAB II
PEMBAHASAN

2.1.    Etika, Moral, Akhlak, dan Hukum
2.1.1.    Etika
2.1.1.1.    Pengertian Etika
Etika adalah ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral (akhlak) (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2008:383). Sedangkan Suseno (1987) dalam Dewangga (2012) mengatakan bahwa etika adalah suatu ilmu yang membahas tentang bagaimana dan mengapa kita mengikuti suatu ajaran moral tertentu atau bagaimana kita harus mengambil sikap yang bertanggung jawab berhadapan dengan pelbagai ajaran moral. Kattsoff (1986) dalam Dewangga mengungkapkan etika sebenarnya lebih banyak bersangkutan dengan prinsip-prinsip dasar pembenaran dalam hubungan tingkah laku manusia. Priatna (2012: 103) juga mengungkapkan bahwa etika adalah aturan perilaku adat kebiasaan manusia dalam pergaulan antara sesamanya dan menegaskan mana yang benar dan mana yang buruk.
Namun jika dikaji lebih dalam lagi Budiman (2012) dalam artikelnya menerangkan bahwa istilah etika berasal dari bahasa Yunani kuno. Bentuk tunggal kata ‘etika’ yaitu ethos sedangkan bentuk jamaknya yaitu ta etha. Ethos mempunyai banyak arti yaitu : tempat tinggal yang biasa, padang rumput, kandang, kebiasaan/adat, akhlak,watak, perasaan, sikap, cara berpikir. Sedangkan arti ta etha yaitu adat kebiasaan.
Arti dari bentuk jamak inilah yang melatar-belakangi terbentuknya istilah etika yang oleh Aristoteles dipakai untuk menunjukkan filsafat moral. Jadi, secara etimologis (asal usul kata), etika mempunyai arti yaitu ilmu tentang apa yang biasa dilakukan atau ilmu tentang adat kebiasaan (K.Bertens, 2000).

2.1.1.2.    Fungsi Etika
Fungsi etika (Budiman, 2012):
•    Sarana untuk memperoleh orientasi kritis berhadapan dengan pelbagai moralitas yang membingungkan.
•    Etika ingin menampilkan ketrampilan intelektual yaitu ketrampilan untuk berargumentasi secara rasional dan kritis.
•    Orientasi etis ini diperlukan dalam mengabil sikap yang wajar dalam suasana pluralisme.

2.1.1.3.    Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pelanggaran Etika
Faktor-faktor yang mempengaruhi pelanggaran etika (Budiman, 2012):
•    Kebutuhan Individu
•    Tidak Ada Pedoman
•    Perilaku dan Kebiasaan Individu Yang Terakumulasi dan Tak Dikoreksi
•    Lingkungan Yang Tidak Etis
•    Perilaku Dari Komunitas


2.1.2.    Moral
Moral merupakan (ajaran tentang) baik buruk yang diterima umum mengenai perbuatan, sikap, kewajiban, dan sebagainya; akhlak; budi pekerti; susila (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2008: 929).
Kata moral sebenarnya (Dilihatya, 2014) berasal dari bahasa Latin mores  yang bermakna adat kebiasaan atau suatu cara hidup. Kemudian dalam E-Jurnal (2013) dijelaskan beberapa pengertian moral menurut para ahli, diantaranya:
1.    W. J. S. Poerdarminta menyatakan bahwa moral merupakan ajaran tentang baik buruknya perbuatan dan kelakuan.
2.    Dewey mengatakan bahwa moral sebagai hal-hal yang berhubungan dengan nilai-nilai susila.
3.    Baron dkk. Mengatakan bahwa moral adalah hal-hal yang berhubungan dengan larangan dan tindakan yang membicarakan salah atau benar.
4.    Magnis-Susino  mengatakan bahwa moral selalu mengacu pada pada baik buruknya manusia sebagai manusia, sehingga bidang moral adalah bidang kehidupan manusia dilihat dari segi kebaikannya sebagai manusia.
Nilai moral dipengaruhi oleh tiga hal, yaitu ajaran agama, adat istiadat dan ideologi.
Nilai moral bersumber agama
Kepatutan yang bersumber pada agama, sehingga hal ini tergantung dari ajaran masing-masing agama contohnya adalah mencuri, berdusta, ingkar janji, menfitnah, tindakan asusila dan lain-lain.
Nilai moral bersumber adat istiadat
Kepatutan yang bersumber adat istiadat, contohnya adalah tidak duduk diatas orang yang lebih tua.
Nilai moral bersumber dari ideologi
Kepatutan yang bersumber dari ideologi atau paham seseorang, misalnya seseorang bersihkukuh agar tidak merokok selama hidupnya.

2.1.3.    Akhlak
Akhlak adalah budi pekerti; kelakuan (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2008: 27). Secara etimologi (Welano, 2014) akhlak berasal dari bahasa Arab akhlaqa, yukhliqu, ikhlaqan, jama’nya khuluqun yang berarti perangai (al-sajiyah), adat kebiasaan (al’adat), budi pekerti, tingkah laku atau tabiat (ath-thabi’ah), perbedaan yang baik (al-maru’ah), dan agama (ad-din).
Sedangkan pengertian akhlak secara terminologi dapat dilihat dari beberapa pendapat para ahli (Welano, 2014) :
a.    Ibnu Maskawaih
Menyebutkan bahwa akhlak yaitu keadaan jiwa yang mendorong atau mengajak melakukan sesuatu perbuatan tanpa melalui proses berpikir, dan pertimbangan terlebih dahulu.
b.    Prof. Dr. Ahmad Amin
Akhlak menurut Prof. Dr. Ahmad Amin yaitu suatu ilmu yang menjelaskan baik dan buruk, menerangkan yang harus dilakukan, menyatakan tujuan yang harus dituju dan menunjukkan apa yang harus di perbuat.
c.    Didalam buku akhlak dalam berbagai dimensi, akhlak yaitu sifat-sifat
yang berurat berakar dalam diri manusia, serta berdasarkan dorongan dan pertimbangan sifat tersebut,  dapat dikatakan bahwa perbuatan tersebut baik atau buruknya dalam pandangan manusia.
2.1.4.    Hukum
Hukum adalah peraturan atau adat yang secara resmi dianggap mengikat, yang dikukuhkan oleh penguasa atau pemerintah; undang-undang, peraturan, dan sebagainya untuk mengatur pergaulan hidup masyarakat (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2008:510).
Hukum (Andri, 2014) adalah suatu sistem yang dibuat manusia untuk membatasi tingkah laku manusia agar tingkah laku manusia dapat terkontrol , hukum adalah aspek terpenting  dalam pelaksanaan atas rangkaian kekuasaan kelembagaan,  Hukum mempunyai tugas untuk menjamin adanya kepastian hukum dalam masyarakat. Oleh karena itu setiap masyarat berhak untuk mendapat pembelaan didepan hukum sehingga dapat di artikan bahwa hukum adalah peraturan atau ketentuan-ketentuan tertulis maupun tidak tertulis yang mengatur kehidupan masyarakat dan menyediakan sangsi bagi pelanggarnya.

2.2.    Profesi, Etika Profesi, dan Kode Etik Profesi
2.2.1.    Profesi
Profesi merupakan kelompok lapangan kerja yang khusus melaksanakan kegiatan yang memerlukan keterampilan dan keahlian tinggi guna memenuhi kebutuhan yang rumit dari manusia, didalamnya pemakaian dengan cara yang benar akan keterampilan dan keahlian yang tinggi, hanya dapat  dicapai dengan dimilikinya penguasaan pengetahuan dengan ruang lingkup yang luas, mencakup sifat manusia, kecenderungan sejarah dan lingkungan hidupnya: serta adanya disiplin etika yang dikembangkan dan diterapkan oleh kelompok anggota yang menyandang profesi tersebut (Hikmat, 2011: 18).
Sobur (2001) dalam Hikmat (2011:18), menyimpulkan bahwa profesi mengandung arti suatu pekerjaan dengan keahlian khusus yang menuntut adanya pengetahuan luas dan tanggung jawab diabdikan untuk kepentingan orang banyak, mempunyai organisasi atau asosiasi profesi dan mendapatkan pengakuan masyarakat serta mempunyai kode etik.
Secara umum suatu kegiatan disebut profesi kalau memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
1.    Untuk mencapainya mensyaratkan pelatihan.
Biasanya pelatihan diikuti oleh orang yang sudah memiliki gelar sarjana, seperti untuk menjadi seorang pengacara, maka seorang sarjana hukum harus mengikuti pelatihan tertentu sehingga memiliki sertifikat atau menjadi seorang apoteker dan profesi lainnya. Walaupun begitu ada juga beberapa profesi yang langsung melekat sesuai gelar kesarjanaannya karena dalam kurikulum pendidikan tingginya diberikan juga materi teknis sebagaimana pelatihan.
2.    Pelatihan tersebut meliputi komponen intelektual yang signifikan dengan latar belakang pendidikannya.
3.    Setiap orang yang sudah mengikuti pelatihan mampu memberikan jasa yang bermanfaat bagi kehidupan masyarakat. Profesi berorientasi memberikan jasa untuk kepentingan umum daripada kepentingan sendiri.
4.    Untuk profesi tertentu diperlukan proses lisensi atau sertifikasi sehingga setiap orang yang mengaku berprofesi tertentu akan memiliki sertifikat.
5.    Suatu profesi biasanya membentuk ikatan organisasi tempat bernaungnya orang-orang yang seprofesi.
Jonhson (1991) dalam Hikmat (2011: 19) mengemukakan enam kriteria untuk bidang pekerjaan yang disebut sebagai profesional : Keterampilan yang didasarkan pada pengetahuan teoretis; penyediaan pelatihan dan pendidikan; pengujian kemampuan anggota; adanya organisasi; kepatutan kepada suatu aturan main profesional; dan jasa-jasa yang sifatnya altruistik. Elliott (1972) dalam Hikmat (2011: 19) menyodorkan tujuh kriterian profesional : pengetahuan yang digunakan bersifat luas dan teoretis; tugas yang dilakukan berada dalam situasi yang tidak rutin; keputusan yang dibuat sifatnya tidak terprogram, sebaliknya didasarkan atas tujuan-tujuan yang dibuat; identitasnya didukung oleh kelompok profesi; pekerjaan merupakan basis untuk mencapai tujuan; pendidikan bersifat ekstensif; dan peran yang dijalankan bersifat total.
Rismawati (2008) dalam Hikmat (2011: 19) merinci ciri-ciri profesional sebagai berikut :
a.    Memiliki skill atau kemampuan, pengetahuan tinggi yang tidak dipunyai oleh orang umum lainnya;
b.    Mempunyai kode etik yang merupakan standar moral bagi setiap profesi yang dituangkan secara formal, tertulis dan normatif dalam bentuk aturan main;
c.    Memiliki tanggung jawab profesi (responsibility) dan intregitas pribadi (integrity) baik terhadap dirinya maupun terhadap publik;
d.    Memiliki jiwa pengabdian terhadap publik atau masyarakat;
e.    Otonomisasi organisasi profesional, yaitu memiliki kemampuan untuk mengelola, tidak tergantung pada pihak lain sekaligus dapat bekerja sama dengan pihak lain;
f.    Menjadi anggota salah satu organisai profesi sebagai wadah untuk menjaga eksistensinya.
Sementara itu, Sobur (2001) dalam Hikmat (2011: 20) menyodorkan lima hal yang disarankan sebagai struktur sikap yang diperlukan bagi setiap jenis profesional, yakni :
1.    Profesional menggunakan organisasi atau kelompok profesional sebagai kelompok referensi utama. Tujuan-tujuan dan aspirasi-aspirasi profesional bukanlah diperuntukan bagi seorang majikan atau setatus loka dari masyarakat setempat; kesetiaanya adalah pada bidang tugas.
2.    Profesional melayani masyarakat. Tujuannya melayani masyarakat dengan baik. Ia altruistik, mengutamakan kepentingan umum.
3.    Profesional memiliki kepedulian atau rasa terpanggil dalam bidangnya. Komitmen ini memperteguh dan melengkapi tanggung jawabnya dalam melayani masyarakat. Ia melaksanakan profesinya karena merasa komitmennya yang mendalam; dan ini menopanginya selama periode-periode pelatihan dalam penekanan secara berulang-ulang.
4.    Profesional memiliki rasa otonomi. Profesional membuat keputusan-keputusan dan ia bebas untuk mengorganisasikan pekerjaannya di dalam kendala-kendala fungsional tertentu.
5.    Profesional mengatur dirinya sendiri. Dalam hal kerumitan tugas dan persyaratan keterampilan, hanya rekan-rekan sepekerjaannya yang mempunyai hak dan wewenang untuk melakukan penilaian.
Berikut ini merupakan ciri-ciri dari profesi, yaitu :
1.    Keterampilan yang berdasar pada pengetahuan teoretis
Seorang professional harus memiliki pengetahuan teoretis  dan keterampilan mengenai bidang teknik yang ditekuni dan bisa diterapkan dalam pelaksanaanya atau prakteknya dalam kehidupan sehari-hari.
2.    Asosiasi Profesional
Merupakan suatu badan organisasi yang biasanya diorganisasikan oleh anggota profesi yang bertujuan untuk meningkatkan status para anggotanya.
3.    Pendidikan yang Ekstensi
Profesi yang prestisius biasanya memerlukan pendidikan yang lama dalam jenjang pendidikan tinggi. Seorang professional dalam bidang teknik mempunyai latar belakang pendidikan yang tinggi baik itu dalam suatu pendidikan formal ataupun non formal.
4.    Ujian Kompetisi
Sebelum memasuki organisasi profesional, biasanya ada persyaratan untuk lulus dari suatu tes yang menguji terutama pengetahuan teoretis.
5.    Pelatihan institutional
Selain ujian, juga biasanya dipersyaratkan untuk mengikuti pelatihan istitusional dimana calon profesional mendapatkan pengalaman praktis sebelum menjadi anggota penuh organisasi. Peningkatan keterampilan melalui pengembangan profesional juga dipersyaratkan.
6.    Lisensi
Profesi menetapkan syarat pendaftaran dan proses sertifikasi sehingga hanya mereka yang memiliki lisensi bisa dianggap bisa dipercaya.
7.    Otonomi kerja
Profesional cenderung mengendalikan kerja dan pengetahuan teoretis mereka agar terhindar adanya intervensi dari luar.
8.    Kode etik
Organisasi profesi biasanya memiliki kode etik bagi para anggotanya dan prosedur pendisiplinan bagi mereka yang melanggar aturan.
9.    Mengatur diri
Organisasi profesi harus bisa mengatur organisasinya sendiri tanpa campur tangan pemerintah. Profesional diatur oleh mereka yang lebih senior, praktisi yang dihormati, atau mereka yang berkualifikasi paling tinggi.
10.    Layanan publik dan altruism
Diperolehnya penghasilan dari kerja profesinya dapat dipertahankan selama berkaitan dengan kebutuhan publik, seperti layanan dokter berkontribusi terhadap kesehatan masyarakat.


11.    Status dan imbalan yang tinggi
Profesi yang paling sukses akan meraih status yang tinggi, prestise, dan imbalan yang layak bagi para anggotanya. Hal tersebut bisa dianggap sebagai pengakuan terhadap layanan yang mereka berikan bagi masyarakat.
2.2.2.    Etika Profesi
Etika profesi menurut keiser dalam ( Suhrawardi Lubis, 1994:6-7 ) adalah sikap hidup berupa keadilan untuk memberikan pelayanan professional terhadap masyarakat dengan penuh ketertiban dan keahlian sebagai pelayanan dalam rangka melaksanakan tugas berupa kewajiban terhadap masyarakat.
Prinsip dasar di dalam etika profesi :
1.    Tanggung jawab
a.    Terhadap pelaksanaan pekerjaan itu dan terhadap hasilnya.
b.    Terhadap dampak dari profesi itu untuk kehidupan orang lain atau masyarakat pada umumnya.
2.    Keadilan
Prinsip ini menuntut kita untuk memberikan kepada siapa saja apa yang menjadi haknya.
3.    Prinsip Kompetensi, melaksanakan pekerjaan sesuai jasa profesionalnya, kompetensi dan ketekunan.
4.    Prinsip Prilaku Profesional, berprilaku konsisten dengan reputasi profesi.
5.    Prinsip Kerahasiaan, menghormati kerahasiaan informasi.


2.2.3.    Kode Etik Profesi
Kode adalah sistem pengaturan-pengaturan (system of rule), sedangkan etik adalah norma perilaku (Atmadi, 1985) dalam (Hikmat, 2011: 15). Kode etik adalah daftar kewajiban dalam menjalankan tugas sebuah profesi yang disususn oleh anggota profesi dan mengikat anggota dalam menjalankan tugasnya. Kode etik adalah sistem norma, nilai dan aturan profesional tertulis yang secara tegas menyatakan apa yang benar dan baik dan apa yang tidak benar dan tidak baik bagi profesi tertentu.
Suseno (1991) dalam Hikmat (2011:15) menyebut kode etik sebagai daftar kewajiban dalam menjalankan suatu profesi yang disusun oleh para anggota profesi itu sendiri dan mengikatnya dalam mempraktekannya. Dengan demikian, Sobur(2001) dalam Hikmat (2011: 15) menegaskan, kode etik merupakan tuntutan, bimbingan, atau pedoman moral atau kesusilaan untuk suatu profesi yang disusun oleh para anggota profesi itu sendiri dan mengikatnya dalam mempraktekannya.
Menurut Arifin, kode etik menyatakan perbuatan apa yang benar atau salah, perbuatan apa yang harus dilakukan dan apa yang harus dihindari. Tujuan kode etik agar suatu profesi memberikan jasa yang sebaik-baiknya kepada pemakai atau pasiennya. Adanya kode etik akan melindungi perbuatan yang tidak proofesional.
Kode etik profesi adalah system norma, nilai dan aturan professional tertulis yang secara tegas menyatakan apa yang benar dan baik, dan apa yang tidak benar dan tidak baik bagi professional. Kode etik menyatakan perbuatan apa yang benar atau salah, perbuatan apa yang harus dilakukan dan apa yang harus dihindari. Tujuan kode etik yaitu agar professional memberikan  jasa sebaik-baiknya kepada pemakai atau nasabahnya. Dengan adanya kode etik akan melindungi perbuatan yang tidak professional.
Tiga Fungsi dari Kode Etik Profesi
1.    Kode etik profesi memberikan pedoman bagi setiap anggota profesi  tentang prinsip profesionalitas yang digariskan
2.    Kode etik profesi merupakan sarana kontrol sosial bagi masyarakat  atas profesi yang bersangkutan
3.    Kode etik profesi mencegah campur tangan pihak diluar organisasi  profesi tentang hubungan etika dalam keanggotaan profesi

2.3.    Etika Jurnalistik dan Bahasa Jurnalistik
2.3.1.    Etika Jurnalistik
Etika jurnalistik (Nugraha, 2011) adalah standar aturan perilaku dan moral, yang mengikat para jurnalis dalam melaksanakan pekerjaannya. Etika jurnalistik ini penting. Pentingnya bukan hanya untuk memelihara dan menjaga standar kualitas pekerjaan si jurnalis bersangkutan, tetapi juga untuk melindungi atau menghindarkan khalayak masyarakat dari kemungkinan dampak yang merugikan dari tindakan atau perilaku keliru dari si jurnalis bersangkutan. 

2.3.2.    Bahasa Jurnalistik
Menurut wojoasito (via anwar, 1984:1) dalam Sarwoko (2003:1), bahasa jurnalistik yang baik haruslah sesuai dengan norma tata bahasa yang antara lain terdiri atas susunan kalimat yang benar, pilihan kata yang cocok. Anton M. Moelyono (1994), yang konsultan pusat bahasa,  pun mengatakan bahwa laras bahasa jurnalistik tergolong ragam bahasa baku.
Terbuktilah bahwa bahasa indonesia jurnalistik tidaklah berbeda dengan bahasa indonesia baku. Yang membedakan antara keduanya hanyalah penggunaannya. Karna digunakan sebagai media penyampaian informasi, bahasa yang digunakan di media masa memiliki kekhasan tersendiri dibandingkan dengan bahasa yang digunakan untik keperluan lain. Rosihan anwar (1984:1) mengatakan, “bahasa jurnalistik mempunyai sifat khas yaitu singkat, padat, sederhana, jelas, lugas, dan menarik. Moeliono (1994) menambahi bahwa bahasa jurnalistik memiliki kekhasan diksi yang dicirikan oleh upaya ekonomi kata, kekhasan pengalimatan yang ditandai oleh pemendekan kalimat.
Atau, menurut jus badudu (1992:62), bahasa jurnalistik itu  harus sederhana mudah dipahami, teratur, dan efektif. Bahasa yang sederhana dan mudah dipahami berarti menggunakan kata dan struktur kalimat yang mudah dimengerti pemakai bahasa umum. Bahasanya teratur berarti stiap kata dalam kalimat sudah ditempatkan sesuai kaidah. Efektif, bahasa pers haruslah tidaklah bertele-tele, tetapi tidak juga terlalu berhemat sehingga maknanya menjadi kabur.
Jadi bahasa jurnalistik adalah bahasa yang digunakan oleh pewarta atau media masa untuk menyampaikan informasi. Bahasa dengan ciri-ciri khas yang memudahkan penyampaian berita dan komunikatif.
Ciri Utama Bahasa Jurnalistik
Secara spesifik, bahasa jurnalistik dapat dibedakan menurut bentuknya, yaitu bahasa jurnalistik surat kabar, bahasa jurnalistik tabloid, bahasa jurnalistik majalah, bahasa jurnalistik radio siaran, bahasa jurnalistik televisi dan bahasa jurnalistik media online internet. Bahasa jurnalistik surat kabar, misalnya, kecuali harus tunduk kepada kaidah atau prinsip-prinsip umum bahasa jurnalistik, juga memiliki ciri-ciri yang sangat khusus atau spesifik. Hal inilah yang membedakan dirinya dari bahasa jurnalistik media lainnya.
Ada 17 ciri utama bahasa jurnalistik yang berlaku untuk semua bentuk media berkala tersebut, yaitu:
1.    Sederhana
Sederhana berarti selalu mengutamakan atau memilih kata atau kalimat yang paling banyak diketahui maknanya oleh khalayak pembaca yang sangat heterogen, baik dilihat dari tingkat intelektualitasnya maupun karakteristik demografis dan psikografisnya.
2.    Singkat
Singkat berarti langsung kepada pokok masalah (to the point), tidak bertele-tele, tidak berputar-putar, tidak memboroskan waktu pembaca yang sangat sederhana.
3.    Padat
Padat berarti sarat informasi. Setiap kalimat dan paragraf yang ditulis memuat banyak informasi penting dan menarik untuk khalayak pembaca.
4.    Lugas
Luas berarti tegas, tidak ambigu, sekaligus menghindari eufemisme atau penghalusan kata dan kalimat yang bisa membingungkan khalayak pembaca sehingga terjadi perbedaan persepsi dan kesalahan konklusi.
5.    Jelas
Jelas berarti mudah ditangkap maksudnya, tidak baur dan kabur. Jelas di sini mengandung tiga arti: jelas artinya, jelas susunan kata atau kalimatnya, jelas sasaran atau maksudnya.
6.    Jernih
Jernih berarti bening, tembus pandang, transparan, jujur, tulus, tidak menyembunyikan sesuatu yang lain yang bersifat negatif seperti prasangka atau fitnah. Kata dan kalimat yang jernih berarti kata dan kalimat yang tidak memiliki agenda tersembunyi di balik pemuatan suatu berita atau laporan.
7.    Menarik
Artinya mampu membangkitkan minat dan perhatian khalayak pembaca, memicu selera baca, serta membuat orang yang sedang tertidur, terjaga seketika.
8.    Demokratis
Demokratis berarti bahasa jurnalistik tidak mengenal tingkatan, pangkat, kasta, atau perbedaan dari pihak yang menyapa dan pihak yang disapa. Bahasa jurnalistik menekankan aspek fungsional dan komunal , sehingga sama sekali tidak dikenal pendekatan feodal sebagaimana dijumpai pada masyarakat dalam lingkungan priyayi dan keraton.
9.    Populis
Populis berarti setiap kata, istilah, atau kalimat apapun yang terdapat dalam karya-karya jurnalistik harus akrab di telinga, di mata, dan di benak pikiran khalayak pembaca.
10.    Logis
Artinya, apa pun yang terdapat dalam kata, istilah, kalimat, atau paragraf jurnalistik harus dapat diterima dan tidak bertentangan dengan akal sehat (common sense).
11.    Gramatikal
Berarti setiap kata, istilah, atau kalimat apapun yang terdapat dalam karya-karya jurnalistik harus mengikuti kaidah tata bahasa baku.
12.    Menghindari kata tutur
Kata tutur adalah kata yang biasa digunakan dalam percakapan sehari-hari secara informal. Contoh: bilang, dibilangin, bikin, kayaknya, mangkanya, kelar, jontor, dll.
13.    Menghindari kata dan istilah asing
Berita atau laporan yang banyak diselipi kata-kata asing, selain tidak informatif dan komunikatif, juga sangat membingungkan. Menurut teori komunikasi, media massa anonim dan heterogen, tidak saling mengenal dan benar-benar majemuk.
14.    Pilihan kata (diksi) yang tepat
Bahasa jurnalistik sangat menekankan efektivitas. Setiap kalimat yang disusun tidak hanya harus produktif, tetapi juga tidak boleh keluar dari asas efektivitas. Artinya, setiap kata yang dipilih memang tepat dan akurat, sesuai dengan tujuan pesan pokok yang ingin disampaikan kepada khalayak.
15.    Mengutakan kalimat aktif
Kalimat aktif lebih mudah dipahami dan lebih disukai oleh khalayak pembaca daripada kalimat pasif. Kalimat aktif lebih memudahkan pengertian dan memperjelas pemahaman. Sedangkan kalimat pasif sering menyesatkan pengertian dan mengaburkan pemahaman.
16.    Menghindari kata atau istilah teknis
Karena ditujukan untuk umum, maka bahasa jurnalistik harus sederhana, mudah dipahami, ringan dibaca, tidak membuat kening berkerut apalagi sampai membuat kepala berdenyut. Bagaimanapun, kata atau istilah teknis hanya berlaku untuk kelompok atau komunitas tertentu yang relatif homogen. Realitas yang homogen, menurut perspektif filsafat bahasa, tidak boleh dibawa ke dalam realitas yang heterogen. Kecuali tidak efektif, juga mengandung unsur pemerkosaan.
17.    Tunduk kepada kaidah etika
Salah satu fungsi utama pers adalah mendidik. Fungsi ini bukan saja harus tercermin pada materi isi berita, laporan gambar, dan artikel-artikelnya, melainkan juga harus tampak pada bahasanya. Pada bahasa tersimpul etika. Bahasa tidak saja mencerminkan pikiran seseorang, tetapi sekaligus juga menunjukkan etika orang itu. Sebagai pendidik, pers wajib menggunakan serta tunduk kepada kaidah dan etika bahasa baku.


BAB III
SIMPULAN

Berdasarkan pembahasan di atas dapat disimpulkan sebagai berikut:
1.    Etika adalah ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral (akhlak) (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2008:383).
2.    Moral merupakan (ajaran tentang) baik buruk yang diterima umum mengenai perbuatan, sikap, kewajiban, dan sebagainya; akhlak; budi pekerti; susila (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2008: 929).
3.    Akhlak adalah budi pekerti; kelakuan (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2008: 27).
4.    Hukum adalah peraturan atau adat yang secara resmi dianggap mengikat, yang dikukuhkan oleh penguasa atau pemerintah; undang-undang, peraturan, dan sebagainya untuk mengatur pergaulan hidup masyarakat (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2008:510).
5.    Profesi merupakan kelompok lapangan kerja yang khusus melaksanakan kegiatan yang memerlukan keterampilan dan keahlian tinggi guna memenuhi kebutuhan yang rumit dari manusia, didalamnya pemakaian dengan cara yang benar akan keterampilan dan keahlian yang tinggi, hanya dapat  dicapai dengan dimilikinya penguasaan pengetahuan dengan ruang lingkup yang luas, mencakup sifat manusia, kecenderungan sejarah dan lingkungan hidupnya: serta adanya disiplin etika yang dikembangkan dan diterapkan oleh kelompok anggota yang menyandang profesi tersebut (Hikmat, 2011: 18).
6.    Etika profesi menurut keiser dalam ( Suhrawardi Lubis, 1994:6-7 ) adalah sikap hidup berupa keadilan untuk memberikan pelayanan professional terhadap masyarakat dengan penuh ketertiban dan keahlian sebagai pelayanan dalam rangka melaksanakan tugas berupa kewajiban terhadap masyarakat.
7.    Kode etik profesi adalah system norma, nilai dan aturan professional tertulis yang secara tegas menyatakan apa yang benar dan baik, dan apa yang tidak benar dan tidak baik bagi professional.
8.    Etika jurnalistik (Nugraha, 2011) adalah standar aturan perilaku dan moral, yang mengikat para jurnalis dalam melaksanakan pekerjaannya.
9.    Jadi bahasa jurnalistik adalah bahasa yang digunakan oleh pewarta atau media masa untuk menyampaikan informasi. Bahasa dengan ciri-ciri khas yang memudahkan penyampaian berita dan komunikatif.



Sejarah Perkembangan Bahasa Indonesia



Sejarah Perkembangan Bahasa Indonesia merupakan sebuah makalah untuk memenuh tugas kuliah



BAB I
PENDAHULUAN

1.1    Latar Belakang
     Bahasa merupakan suatu alat komunikasi yang disampaikan seseorang kepada orang lain agar bisa mengetahui apa yang menjadi maksud dan tujuannya. Pentingnya bahasa sebagai identitas manusia, tidak bisa dilepaskan dari adanya pengakuan manusia terhadap pemakaian bahasa dalam kehidupan bermasyarakat sehari-hari. Untuk menjalankan tugas kemanusiaan, manusia hanya punya satu alat, yakni bahasa.
     Dengan bahasa, manusia dapat mengungkapkan apa yang ada di benak mereka. Sesuatu yang sudah dirasakan sama dan serupa dengannya, belum tentu terasa serupa, karena belum terungkap dan diungkapkan. Hanya dengan bahasa, manusia dapat membuat sesuatu terasa nyata dan terungkap.
     Era globalisasi dewasa ini mendorong perkembangan bahasa secara pesat, terutama bahasa yang datang dari luar atau bahasa Inggris. Bahasa Inggris merupakan bahasa internasional yang digunakan sebagai pengantar dalam berkomunikasi antar bangsa. Dengan ditetapkannya Bahasa Inggris sebagai bahasa internasional (Lingua Franca), maka orang akan cenderung memilih untuk menguasai Bahasa Inggris agar mereka tidak kalah dalam persaingan di kancah internasional sehingga tidak buta akan informasi dunia.
     Tak dipungkiri memang pentingnya mempelajari bahasa asing, tapi alangkah jauh lebih baik bila kita tetap menjaga, melestarikan dan membudayakan Bahasa Indonesia. Karena seperti yang kita ketahui, bahasa merupakan idenditas suatu bangsa.
     Untuk memperdalam mengenai Bahasa Indonesia, kita perlu mengetahui bagaimana perkembangannya sampai saat ini sehingga kita tahu mengenai bahasa pemersatu dari berbagai suku dan adat-istiadat yang beranekaragam yang ada di Indonesia, yang termasuk kita di dalamnya. Maka dari itu melalui makalah ini penulis ingin menyampaikan sejarah tentang perkembangan bahasa Indonesia.

1.2    Rumusan Masalah
     Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah dalam pembahasan makalah ini adalah sebagai berikut :
1.    Bagaimana sejarah perkembangan Bahasa Indonesia pada masa prakemerdekaan?
2.    Bagaimana sejarah perkembangan Bahasa Indonesia pada masa pascakemerdekaan?
3.    Apa saja peristiwa-peristiwa yang mempengaruhi perkermbangan bahasa Indonesia?
4.    Bagaimana sejarah ejaan Bahasa Indonesia (Ejaan Yang Disempurnakan)?
5.    Bagaimana Perkembangan Bahasa Indonesia pada masa reformasi?
6.    Bagaimana kedudukan dan fungsi Bahasa Indonesia?

1.3    Tujuan Penulisan
     Berdasarkan rumusan masalah diatas maka tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
1.    Untuk mengetahui sejarah perkembangan Bahasa Indonesia pada masa prakemerdekaan
2.    Untuk mengetahui sejarah perkembangan Bahasa Indonesia pada masa pascakemerdekaan
3.    Untuk mengetahui Peristiwa-peristiwa yang mempengaruhi perkermbangan bahasa Indonesia
4.    Untuk mengetahui sejarah ejaan Bahasa Indonesia (Ejaan Yang Disempurnakan)
5.    Untuk mengetahui perkembangan Bahasa Indonesia pada masa reformasi
6.    Untuk mengetahui kedudukan dan fungsi Bahasa Indonesia.

1.4    Manfaat
Adapun manfaat dari disusunnya makalah ini adalah sebagai berikut :
1.    Dapat menambah wawasan mengenai sejarah perkembangan bahasa Indonesia.
2.    Dapat memahami lebih dalam nilai sejarah perkembangan bahasa Indonesia.
3.    Dapat menerapkan atau menggunakan bahasa Indonesia yang baik, benar, dan santun.
4.    Dapat lebih mencintai serta melestarikan bahasa Indonesia agar tidak terhapus oleh bahasa asing maupun bahasa yang tidak sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia yang baik, benar, dan santun.



BAB II
PEMBAHASAN

2.1    Sejarah Perkembangan Bahasa Indonesia pada Masa Prakemerdekaan
     Pada dasarnya Bahasa Indonesia berasal dari bahasa Melayu. Pada zaman Sriwijaya, bahasa Melayu di pakai sebagai bahasa penghubung antar suku di Nusantara dan sebagai bahasa yang di gunakan dalam perdagangan antara pedagang dari dalam Nusantara dan dari luar Nusantara.
    Perkembangan dan pertumbuhan Bahasa Melayu tampak lebih jelas dari berbagai peninggalan-peninggalan misalnya:
•    Tulisan yang terdapat pada batu Nisan di Minye Tujoh, Aceh pada tahun 1380
•    Prasasti Kedukan Bukit, di Palembang pada tahun 683.
•    Prasasti Talang Tuo, di Palembang pada Tahun 684.
•    Prasasti Kota Kapur, di Bangka Barat, pada Tahun 686.
•    Prasati Karang Brahi Bangko, Merangi, Jambi, pada Tahun 688.
     Dan pada saat itu Bahasa Melayu telah berfungsi sebagai:
1.    Bahasa kebudayaan yaitu bahasa buku-buku yang berisia aturan-aturan hidup dan sastra.
2.    Bahasa perhubungan (Lingua Franca) antar suku di indonesia
3.    Bahasa perdagangan baik bagi suku yang ada di Indonesia maupun pedagang yang berasal dari luar indonesia.
4.    Bahasa resmi kerajaan.
     Bahasa melayu menyebar ke pelosok Nusantara bersamaan dengan menyebarnya agama Islam di wilayah Nusantara, serta makin berkembang dan bertambah kokoh keberadaannya karena bahasa Melayu mudah di terima oleh masyarakat Nusantara sebagai bahasa perhubungan antar pulau, antar suku, antar pedagang, antar bangsa dan antar kerajaan. Perkembangan bahasa Melayu di wilayah Nusantara mempengaruhi dan mendorong tumbuhnya rasa persaudaraan dan rasa persatuan bangsa Indonesia, oleh karena itu para pemuda indonesia yang tergabung dalam perkumpulan pergerakan secara sadar mengangkat bahasa Melayu menjadi bahasa indonesia menjadi bahasa persatuan untuk seluruh bangsa indonesia. (Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1928).
     Ada empat faktor yang menyebabkan bahasa Melayu diangkat menjadi bahasa Indonesia yaitu :
1.    Bahasa melayu sudah merupakan lingua franca di Indonesia, bahasa perhubungan dan bahasa perdangangan.
2.    Sistem bahasa Melayu sederhana, mudah dielajari karena dalam bahasa melayu tidak dikenal tingkatan bahasa (bahasa kasar dan bahasa halus).
3.    Suku jawa, suku sunda dan suku suku yang lainnya dengan sukarela menerima bahasa Melayu menjadi bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional
4.    Bahasa melayu mempunyai kesanggupan untuk dipakai sebagai bahasa kebudayaan dalam arti yang luas.
     Pada abad ke-15 berkembang bentuk yang dianggap sebagai bentuk resmi bahasa Melayu karena dipakai oleh Kesultanan Malaka, yang kelak disebut sebagai bahasa Melayu Tinggi. Penggunaannya terbatas di kalangan keluarga kerajaan di sekitar Sumatera, Jawa, dan Semenanjung Malaya.
     Pada akhir abad ke-19 pemerintah kolonial Hindia-Belanda melihat bahwa bahasa Melayu (Tinggi) dapat dipakai untuk membantu administrasi bagi kalangan pegawai pribumi. Pada periode ini mulai terbentuklah “bahasa Indonesia” yang secara perlahan terpisah dari bentuk semula bahasa Melayu Riau-Johor. Bahasa Melayu di Indonesia kemudian digunakan sebagai lingua franca (bahasa pergaulan), namun pada waktu itu belum banyak yang menggunakannya sebagai bahasa ibu. Bahasa ibu masih menggunakan bahasa daerah yang jumlahnya mencapai 360 bahasa.
     Pada pertengahan 1800-an, Alfred Russel Wallace menuliskan di bukunya Malay Archipelago bahwa “penghuni Malaka telah memiliki suatu bahasa tersendiri yang bersumber dari cara berbicara yang paling elegan dari negara-negara lain, sehingga bahasa orang Melayu adalah yang paling indah, tepat, dan dipuji di seluruh dunia Timur. Bahasa mereka adalah bahasa yang digunakan di seluruh Hindia Belanda.”
     Pada awal abad ke-20, bahasa Melayu pecah menjadi dua. Di tahun 1901, Indonesia di bawah Belanda mengadopsi ejaan Van Ophuijsen sedangkan pada tahun 1904 Malaysia di bawah Inggris mengadopsi ejaan Wilkinson.

2.2    Sejarah Perkembangan Bahasa Indonesia pada Masa Pascakemerdekaan
     Berhubung dengan menyebar Bahasa Melayu ke pelosok nusantara bersamaan dengan menyebarnya agama islam di wilayah nusantara. Serta makin berkembang dan bertambah kokoh keberadaannya, karena bahasa Melayu mudah diterima oleh masyarakat nusantara sebagai bahasa perhubungan antar pulau, antar suku, antar pedagang, antar bangsa dan antar kerajaan.
     Perkembangan bahasa Melayu di wilayah Nusantara mempengaruhi dan mendorong tumbuhnya rasa persaudaraan dan rasa persatuan bangsa Indonesia oleh karena itu para pemuda Indonesia yang tergabung dalam perkumpulan pergerakan secara sadar mengangkat bahasa Melayu menjadi bahasa Indonesia yang menjadi bahasa persatuan untuk seluruh bangsa Indonesia.
     Bahasa Indonesia lahir pada tanggal 28 Oktober 1928. Pada saat itu, para pemuda dari berbagai pelosok Nusantara berkumpul dalam rapat, para pemuda berikrar:
1.    Kami Putra dan Putri Indonesia mengaku bertumpah darah yang satu, Tanah Air Indonesia.
2.    Kami Putra dan Putri Indonesia mengaku berbangsa yang satu, Bangsa Indonesia.
3.    Kami Putra dan Putri Indonesia menjunjung tinggi bahasa persatuan, bahasa Indonesia.
     Ikrar para pemuda ini di kenal dengan nama “Sumpah Pemuda”. Unsur yang ketiga dari “Sumpah Pemuda” merupakan pernyataan tekad bahwa bahasa indonesia merupakan bahasa persatuan bangsa indonesia. Pada tahun 1928 bahasa Indonesia di kokohkan kedudukannya sebagai bahasa nasional. Bahasa Indonesia di nyatakan kedudukannya sebagai bahasa negara pada tanggal 18 Agustus 1945, karena pada saat itu Undang-Undang Dasar 1945 di sahkan sebagai Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia. Di dalam UUD 1945 di sebutkan bahwa “Bahasa Negara Adalah Bahasa Indonesia,(pasal 36). Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, telah mengukuhkan kedudukan dan fungsi bahasa indonesia secara konstitusional sebagai bahasa negara. Kini bahasa indonesia di pakai oleh berbagai lapisan masyarakat indonesia.

2.3    Peristiwa-peristiwa yang Mempengaruhi Perkermbangan Bahasa Indonesia
2.3.1    Budi Otomo
     Pada tahun 1908, Budi Utomo yang merupakan organisasi yang bersifat kenasionalan yang pertama berdiri dan tempat terhidupnya kaum terpelajar bangsa Indonesia, dengan sadar menuntut agar syarat-syarat untuk masuk ke sekolah Belanda diperingan,. Pada kesempatan permulaan abad ke-20, bangsa Indonesia asyik dimabuk tuntutan dan keinginan akan penguasaan bahasa Belanda sebab bahasa Belanda merupakan syarat utam untuk melanjutkan pelajaran menambang ilmu pengetahuan barat.
2.3.2    Sarikat Islam
     Sarekat islam berdiri pada tahun 1912. mula-mula partai ini hanya bergerak dibidang perdagangan, namun bergerak dibidang sosial dan politik jga. Sejak berdirinya, sarekat islam yang bersifat non kooperatif dengan pemerintah Belanda dibidang politik tidak perna mempergunakan bahasa Belanda. Bahasa yang mereka pergunakan ialah bahasa Indonesia.
2.3.3    Balai Pustaka
     Dipimpin oleh Dr. G.A.J. Hazue pada tahu 1908 balai pustaku ini didirikan. Mulanya badan ini bernama Commissie Voor De Volkslectuur, pada tahun 1917 namanya berubah menjadi balai pustaka. Selain menerbitkan buku-buku, balai pustaka juga menerbitkan majalah.
     Hasil yang diperoleh dengan didirikannya balai pustaka terhadap perkembangan bahasa melau menjadi bahasa Indonesia dapat disebutkan sebagai berikut :
1.    Meberikan kesempatan kepada pengarang-pengarang bangsa Indonesia untuk menulis cerita ciptanya dalam bahasa melayu.
2.    Memberikan kesempatan kepada rakyat Indonesia untuk membaca hasil ciptaan bangsanya sendiri dalam bahasa melayu.
3.    Menciptakan hubungan antara sastrawan dengan masyarakat sebab melalui karangannya sastrawan melukiskan hal-hal yang dialami oleh bangsanya dan hal-hal yang menjadi cita-cita bangsanya.
4.    Balai pustaka juga memperkaya dan memperbaiki bahasa melayu sebab diantara syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh karangan yang akan diterbitkan di balai pustaka ialah tulisan dalam bahasa melayu yang bersusun baik dan terpelihara.
2.3.4    Sumpah Pemuda
     Kongres pemuda yang paling dikenal ialah kongres pemuda yang diselenggarakan pada tahun 1928 di Jakarta. Pada hal sebelumnya, yaitu tahun 1926, telah pula diadakan kongres p[emuda yang tepat penyelenggaraannya juga di Jakarta. Berlangsung kongres ini tidak semata-mata bermakna bagi perkembangan politik, melainkan juga bagi perkembangan bahasa dan sastra Indonesia.
     Dari segi politik, kongres pemuda yang pertama (1926) tidak akan bisa dipisahkan dari perkembangan cita-cita atau benih-benih kebangkitan nasional yang dimulai oleh berdirinya Budi Utomo, sarekat islam, dan Jon Sumatrenan Bond. Tujuan utama diselenggarakannya kongres itu adalah untuk mempersatukan berbagai organisasi kepemudaan pada waktu itu.
     Pada tahun itu organisasi-organisasi pemuda memutuskan bergabung dalam wadah yang lebih besar Indonesia muda. Pada tanggal 28 Oktober 1928 organisasi pemuda itu mengadakan kongres pemuda di Jakarta yang menghasilkan sebuah pernyataan bersejarah yang kemudian lebih dikenal sebagai sumpah pemuda. Pertanyaan bersatu itu dituangkan berupa ikrar atas tiga hal, negara, bangsa, dan bahasa yang satu dalam ikrar sumpah pemuda.
     Peristiwa ini dianggap sebagai awal permulaan bahasa Indonesia yang sebenarnya, bahasa Indonesia sebagai media dan sebagai simbol kemerdekaan bangsa. Pada waktu itu memang terdapat beberapa pihak yang peradaban modern. Akan tetapi, tidak bisa dipumgkiri bahwa cita-cita itu sudah menjadi kenyataan, bahasa Indonesia tidak hanya menjadi media kesatuan, dan politik, melainkan juga menjadi bahasa sastra indonesia baru.
     Selain itu, terdapat peristiwa-peristiwa penting lainnya dalam sejarah perkembangan bahasa Indonesia, antara lain sebagai berikut :
• Tahun 1908 pemerintah kolonial mendirikan sebuah badan penerbit buku-buku bacaan yang diberi nama Commissie voor de Volkslectuur (Taman Bacaan Rakyat), yang kemudian pada tahun 1917 diubah menjadi Balai Pustaka. Badan penerbit ini menerbitkan novel-novel, seperti Siti Nurbaya dan Salah Asuhan, buku-buku penuntun bercocok tanam, penuntun memelihara kesehatan, yang tidak sedikit membantu penyebaran bahasa Melayu di kalangan masyarakat luas.

• Tanggal 16 Juni 1927 Jahja Datoek Kajo menggunakan bahasa Indonesia dalam pidatonya. Hal ini untuk pertamakalinya dalam sidang Volksraad, seseorang berpidato menggunakan bahasa Indonesia.[17]

• Tanggal 28 Oktober 1928 secara resmi Muhammad Yamin mengusulkan agar bahasa Melayu menjadi bahasa persatuan Indonesia.

• Tahun 1933 berdiri sebuah angkatan sastrawan muda yang menamakan dirinya sebagai Pujangga Baru yang dipimpin oleh Sutan Takdir Alisyahbana.

• Tahun 1936 Sutan Takdir Alisyahbana menyusun Tatabahasa Baru Bahasa Indonesia.

• Tanggal 25-28 Juni 1938 dilangsungkan Kongres Bahasa Indonesia I di Solo. Dari hasil kongres itu dapat disimpulkan bahwa usaha pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia telah dilakukan secara sadar oleh cendekiawan dan budayawan Indonesia saat itu.

• Tanggal 18 Agustus 1945 ditandatanganilah Undang-Undang Dasar 1945, yang salah satu pasalnya (Pasal 36) menetapkan bahasa Indonesia sebagai bahasa negara.

• Tanggal 19 Maret 1947 diresmikan penggunaan ejaan Republik sebagai pengganti ejaan Van Ophuijsen yang berlaku sebelumnya.

• Tanggal 28 Oktober s.d 2 November 1954 diselenggarakan Kongres Bahasa Indonesia II di Medan. Kongres ini merupakan perwujudan tekad bangsa Indonesia untuk terus-menerus menyempurnakan bahasa Indonesia yang diangkat sebagai bahasa kebangsaan dan ditetapkan sebagai bahasa negara.

• Tanggal 16 Agustus 1972 H. M. Soeharto, Presiden Republik Indonesia, meresmikan penggunaan Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan (EYD) melalui pidato kenegaraan di hadapan sidang DPR yang dikuatkan pula dengan Keputusan Presiden No. 57 tahun 1972.

• Tanggal 31 Agustus 1972 Menteri Pendidikan dan Kebudayaan menetapkan Pedoman Umum Ejaan
Bahasa Indonesia yang Disempurnakan dan Pedoman Umum Pembentukan Istilah resmi berlaku di seluruh wilayah Indonesia (Wawasan Nusantara).

• Tanggal 28 Oktober s.d 2 November 1978 diselenggarakan Kongres Bahasa Indonesia III di Jakarta. Kongres yang diadakan dalam rangka memperingati Sumpah Pemuda yang ke-50 ini selain memperlihatkan kemajuan, pertumbuhan, dan perkembangan bahasa Indonesia sejak tahun 1928, juga berusaha memantapkan kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia.

• Tanggal 21-26 November 1983 diselenggarakan Kongres Bahasa Indonesia IV di Jakarta. Kongres ini diselenggarakan dalam rangka memperingati hari Sumpah Pemuda yang ke-55. Dalam putusannya disebutkan bahwa pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia harus lebih ditingkatkan sehingga amanat yang tercantum di dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara, yang mewajibkan kepada semua warga negara Indonesia untuk menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar, dapat tercapai semaksimal mungkin.

• Tanggal 28 Oktober s.d 3 November 1988 diselenggarakan Kongres Bahasa Indonesia V di Jakarta. Kongres ini dihadiri oleh kira-kira tujuh ratus pakar bahasa Indonesia dari seluruh Indonesia dan peserta tamu dari negara sahabat seperti Brunei Darussalam, Malaysia, Singapura, Belanda, Jerman, dan Australia. Kongres itu ditandatangani dengan dipersembahkannya karya besar Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa kepada pencinta bahasa di Nusantara, yakni Kamus Besar Bahasa Indonesia dan Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia.

• Tanggal 28 Oktober s.d 2 November 1993 diselenggarakan Kongres Bahasa Indonesia VI di Jakarta. Pesertanya sebanyak 770 pakar bahasa dari Indonesia dan 53 peserta tamu dari mancanegara meliputi Australia, Brunei Darussalam, Jerman, Hongkong, India, Italia, Jepang, Rusia, Singapura, Korea Selatan, dan Amerika Serikat. Kongres mengusulkan agar Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa ditingkatkan statusnya menjadi Lembaga Bahasa Indonesia, serta mengusulkan disusunnya Undang-Undang Bahasa Indonesia.

• Tanggal 26-30 Oktober 1998 diselenggarakan Kongres Bahasa Indonesia VII di Hotel Indonesia, Jakarta. Kongres itu mengusulkan dibentuknya Badan Pertimbangan Bahasa.

2.4    Sejarah Perkembangan EYD
     Ejaan merupakan cara atau aturan menulis kata-kata dengan huruf menurut disiplin ilmu bahasa. Dengan adanya ejaan diharapkan para pemakai menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar sesuai aturan-aturan yanga ada. Sehingga terbentuklah kata dan kalimat yang mudah dan enak didengar dan dipergunankan dalam komonikasi sehari hari. Sesuai dengan apa yang telah diketahui bahwa penyempurnaan ejaan bahsa Indonesia terdiri dari:
2.4.1    Ejaan van Ophuijsen
     Ejaan ini merupakan ejaan bahasa Melayu dengan huruf Latin. Charles Van Ophuijsen yang dibantu oleh Nawawi Soetan Ma’moer dan Moehammad Taib Soetan Ibrahim menyusun ejaan baru ini pada tahun 1896. Pedoman tata bahasa yang kemudian dikenal dengan nama ejaan van Ophuijsen itu resmi diakui pemerintah kolonial pada tahun 1901. Ciri-ciri dari ejaan ini yaitu:
1.    Huruf ï untuk membedakan antara huruf i sebagai akhiran dan karenanya harus disuarakan tersendiri dengan diftong seperti mulaï dengan ramai. Juga digunakan untuk menulis huruf y seperti dalam Soerabaïa.
2.    Huruf j untuk menuliskan kata-kata jang, pajah, sajang, dsb.
3.    Huruf oe untuk menuliskan kata-kata goeroe, itoe, oemoer, dsb.
4.    Tanda diakritik, seperti koma ain dan tanda trema, untuk menuliskan kata-kata ma’moer, ’akal, ta’, pa’, dsb.
2.4.2    Ejaan Soewandi
     Ejaan Soewandi adalah ketentuan ejaan dalam Bahasa Indonesia yang berlaku sejak 17 Maret 1947. Ejaan ini kemudian juga disebut dengan nama edjaan Soewandi, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan kala itu. Ejaan ini mengganti ejaan sebelumnya, yaitu Ejaan Van Ophuijsen yang mulai berlaku sejak tahun 1901.
1.    Huruf oe diganti dengan u pada kata-kata guru, itu, umur, dsb.
2.    Bunyi hamzah dan bunyi sentak ditulis dengan k pada kata-kata tak, pak, rakjat, dsb.
3.    Kata ulang boleh ditulis dengan angka 2 seperti pada kanak2, ber-jalan2, ke-barat2-an.
4.    Awalan di- dan kata depan di kedua-duanya ditulis serangkai dengan kata yang mendampinginya.
Perbedaan-perbedaan antara ejaan ini dengan ejaan Van Ophuijsen ialah:
1.    huruf ‘oe’ menjadi ‘u’, seperti pada goeroe → guru.
2.    bunyi hamzah dan bunyi sentak yang sebelumnya dinyatakan dengan (‘) ditulis dengan ‘k’, seperti pada kata-kata tak, pak, maklum, rakjat.
3.    kata ulang boleh ditulis dengan angka 2, seperti ubur2, ber-main2, ke-barat2-an.
4.    awalan ‘di-’ dan kata depan ‘di’ kedua-duanya ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya. Kata depan ‘di’ pada contoh dirumah, disawah, tidak dibedakan dengan imbuhan ‘di-’ pada dibeli, dimakan.
     Ejaan Soewandi ini berlaku sampai tahun 1972 lalu digantikan oleh Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) pada masa menteri Mashuri Saleh. Pada masa jabatannya sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, pada 23 Mei 1972 Mashuri mengesahkan penggunaan Ejaan Yang Disempurnakan dalam bahasa Indonesia yang menggantikan Ejaan Soewandi. Sebagai menteri, Mashuri menandai pergantian ejaan itu dengan mencopot nama jalan yang melintas di depan kantor departemennya saat itu, dari Djl. Tjilatjap menjadi Jl. Cilacap.
2.4.3    Ejaan Yang Disempurnakan
     Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) adalah ejaan Bahasa Indonesia yang berlaku sejak tahun 1972. Ejaan ini menggantikan ejaan sebelumnya, Ejaan Republik atau Ejaan Soewandi. Pada 23 Mei 1972, sebuah pernyataan bersama telah ditandatangani oleh Menteri Pelajaran Malaysia pada masa itu, Tun Hussien Onn dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Mashuri. Pernyataan bersama tersebut mengandung persetujuan untuk melaksanakan asas yang telah disepakati oleh para ahli dari kedua negara tentang Ejaan Baru dan Ejaan Yang Disempurnakan. Pada tanggal 16 Agustus 1972, berdasarkan Keputusan Presiden No. 57, Tahun 1972, berlakulah sistem ejaan Latin (Rumi dalam istilah bahasa Melayu Malaysia) bagi bahasa Melayu dan bahasa Indonesia. Di Malaysia ejaan baru bersama ini dirujuk sebagai Ejaan Rumi Bersama (ERB). Selanjutnya Departemen Pendidikan dan Kebudayaan menyebarluaskan buku panduan pemakaian berjudul “Pedoman Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan”.
     Pada tanggal 12 Oktober 1972, Panitia Pengembangan Bahasa Indonesia, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, menerbitkan buku “Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan” dengan penjelasan kaidah penggunaan yang lebih luas. Setelah itu, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dengan surat putusannya No. 0196/1975 memberlakukan “Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan dan Pedoman Umum Pembentukan Istilah”.

Perbedaan-perbedaan antara EYD dan ejaan sebelumnya adalah:
‘tj’    menjadi    ‘c’    :    tjutji        →    cuci
‘dj’    menjadi    ‘j’    :    djarak        →    jarak
‘oe’    menjadi    ‘u’     :    oemoem    →    umum
‘j’    menjadi    ‘y’    :    sajang        →    sayang
‘nj’    menjadi    ‘ny’    :    njamuk        →    nyamuk
‘sj’    menjadi    ‘sy’    :    sjarat        →    syarat
‘ch’    menjadi    ‘kh’    :    achir        →    akhir
     Awalan ‘di-’ dan kata depan ‘di’ dibedakan penulisannya. Kata depan ‘di’ pada contoh “di rumah”, “di sawah”, penulisannya dipisahkan dengan spasi, sementara ‘di-’ pada dibeli, dimakan ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya.

2.5    Perkembangan Bahasa Indonesia pada Masa Reformasi
     Munculnya Bahasa Media Massa (bahasa Pers):
1.    Bertambahnya jumlah kata-kata singkatan (akronim);
2.    Banyak penggunaan istilah-istilah asing atau bahasa asing adalam surat kabar.
     Pers telah berjasa dalam memperkenalkan istilah baru, kata-kata dan ungkapan baru, seperti KKN (Korupsi, Kolusi, Nepotisme), kroni, konspirasi, proaktif, rekonsiliasi, provokator, arogan, hujat, makar, dan sebagainya.
Bahasa Indonesia sudah mulai bergeser menjadi bahasa kedua setelah Bahasa Inggris ataupun bahasa gaul. Selain itu, dipengaruhi pula oleh media iklan maupun artis yang menggunakan istilah baru yang merupakan penyimpangan dari kebenaran cara berbahasa Indonesia maupun mencampuradukan bahasa Inggris dan Bahasa Indonesia.

2.6    Kedudukan Bahasa Indonesia
Bahasa Indonesia memiliki 2 (dua) kedudukan, yakni sebagai berikut :
1.    Sebagai bahasa nasional.
Sebagai bahasa nasional, bahasa Indonsia memiliki fungsi sebagai berikut :
a.    Sebagai identitas bangsa.
b.    Sebagai pemersatu bangsa.
2.    Sebagai bahasa negara.
Sebagai bahasa negara, bahasa Indonesia memiliki fungsi sebagai berikut :
a.   Sebagai pengantar pendidikan.
b.   Sebagai bahasa dalam hukum.
c.   Sebagai bahasa dalam teknologi informasi.
d.   Sebagai bahasa resmi negara.



BAB III
PENUTUP

3.1     Simpulan
     Dapat disimpulkan dari makalah ini, bahwa bahasa Indonesia berasal dari bahasa Melayu. Bahasa melayu dipilih sebagai bahasa pemersatu (bahasa Indonesia) karena :
•    Bahasa melayu sudah merupakan lingua franca di Indonesia, bahasa perhubungan dan bahasa perdangangan.
•    Sistem bahasa Melayu sederhana, mudah dielajari karena dalam bahasa melayu tidak dikenal tingkatan bahasa (bahasa kasar dan bahasa halus).
•    Suku jawa, suku sunda dan suku suku yang lainnya dengan sukarela menerima bahasa Melayu menjadi bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional
•    Bahasa melayu mempunyai kesanggupan untuk dipakai sebagai bahasa kebudayaan dalam arti yang luas.



DAFTAR PUSTAKA

Anonym. 2013. Makalah Sejarah Perkembangan Bahasa Indonesia,
Anak, Pesisir. 2012. Sejarah Perkembangan Bahasa Indonesia
Kartika, Nur Ramadha. 2009. Sejarah Perkembangan Bahasa Indonesia. http://dedikbaihaqi.blogspot.com/2015/12/tentang-sejarah-sastra-indonesia.html diakses pada Rabu, 27 Desember 2015 pukul 13.00 WIB.